kliping koran : republik tanpa nakhoda

lama tidak membuat kliping dan menulis postingan di blog ini… jadi rindu juga untuk menulis. Dan, postingan ini, mudahan bisa jadi permulaan dari langkah saya untuk bisa memulai lagi rutinitas menulis postingan di blog ini…. Sebagai langkah pertama, saya membuat kliping sosial politik yang saya ambil dari opini yang dimuat di surat kabar kompas, 31 januari 2012, yang di tulis oleh donny gahral adian dengan judul : republik tanpa nakhoda


Dari kliping tersebut, ada beberapa pemikiran yang dapat saya pelajari :

1#
politik di Indonesia seperti bekerja di dalam dua yang berbeda, satu ada di dalam ruang politik kelembagaan. Dan yang satunya lagi berada di ruang politik lapangan.

2#
kedua ruang ini memiliki perbedaan-perbedaan : ruang politik kelembagaan berfokus pada urusan pertumbuhan ekonomi, peringkat laik investasi, tata kelola pemerintahan yang baik, dan indeks perspesi korupsi. Ibaratnya ruang politik kelembagaan ini bekerja di dalam ruangan yang berpendingin, steril dari segenap isu akar rumput yang kumuh.

Sebaliknya berbeda dengan ruang politik kelembagaan, ruang politik yang kedua bekerja di jalan tol yang disumbat, lahan yang dirampas, dan bantaran kali yang digusur. Politik di ruang kedua ini tidak terstruktur dan hadir lebih sebagai peristiwa yang mengejutkan, tetapi bermakna

3#
Tentang teori yang berasumsi bahwa Negara adalah transformasi khaos menjadi kosmos. Negara hadir mengubah dari ketidaktertiban sosial menjadi ketertiban politik.

4#
Negara adalah imperatif ketertiban yang dipaksakan kepada demos yang tak terorganisasi. Ini berdampak pada dua hal yang sama dahsyatnya ; pertama, Negara membutuhkan legitimasi abadi gara kekerasan purba yang dilakukannya dapat terlindungi secara etis. Kedua, Negara sejatinya ibarat perawan disarang penyamun. Senantiasa dibayang-bayangi demos yang terus mengancam eksistensinya.

5#
Legitimasi direbut Negara dengan menjalankan politik ruang pertama. Namun, munculnya berbagai kasus seperti kekerasan di Mesuji sampai dengan pembakaran kantor bupati di bima, menunjukkan bahwa politik pertama hanya mendapat tepuk tangan setiap laporan tahunan di parlemen. Politik di ruang kedua sama sekali tak mendapat manfaat dari segenap kemajuan yang digelorakan ruang politik pertama.

6#
Kita harus paham satu hal : wibawa tak dapat dibeli. Kebijakan tak dapat diserahkan kepada konsultan untuk dipikirkan dan dibedaki. Kita juga harus mengerti, politik bukan reproduksi kesan, melainkan produksi sebuah kekinian baru. Setiap pemimpin di negeri ini “harusnya” tak dinilai berdasarkan jumlah iklan yang menampilkan wajahnya.

-------------------------------------------------
kode kliping : F001
jenis kliping : artikel kliping sosial politik
judul : republik tanpa nakhoda
penulis : donny gahral adian
sumber : kompas
tanggal terbit : 31 januari 2012

0 comments:

Post a Comment