Kliping Koran : Memilih Pemimpin Transisional


kode kliping : E023
jenis kliping : artikel kliping sosial politik
judul : memilih pemimpin transisional
penulis : limas sutanto
sumber : kompas
tanggal terbit : 25 pebruari 2004

ringkasan isi kliping :

artikel ini memaparkan tentang enam keniscayaan yang menjiwai kualitas kepribadian pemimpin indonesia masa transisi : pertama, keterbebasan dari keterlibatan dalam korupsi. kedua, keterbebasan dari keterlibatan dalam kekerasan. ketiga keterbebasan dari praktek ketidakadilan. keempat, komitment pada demokrasi dan cara kerja yang akuntabel. kelima, komitmen pada kehidupan beradab dan nirkekerasan. keenam, komitmen pada penegakkan hukum dan keadilan.

kemudian dalam artikel ini dituliskan tentang rumusan sosok pemimpin indonesia transisional : satu, insan pemimpin yang sungguh baru, pada dasarnya bebas dari keterlibatan dalam praktek pemerintahan masa lampau. dua, insan yang etis dan bermoral luhur. tiga, insan yang sungguh memiliki keberanian, ketegasan, keandalan, terutama pada perspektif pengejawantahan nilai-nilai demokrasi, akuntabilitas, keberadaban dan nirkekerasan, serta penegakkan hukum dan keadilan. empat, insan yang berinteligensi diatas rata-rata, tidak niscaya berinteligensi superior atau amat superior, namun mampu belajar mandiri bersinambung dan terus menintegrasikan hasil belajar untuk senantiasa menyempurnakan kepemimpinannya secara rasional dan bertujuan.

Kliping Koran : Poltik Jajak Pendapat


kode kliping : E022
jenis kliping : artikel kliping sosial politik
judul : politik jajak pendapat
penulis : denny ja
sumber : republika
tanggal terbit : 4 oktober 2003

ringkasan isi kliping :

artikel ini memaparkan tentang ada hal yang baru dalam politik masyarakat menyambut pemilu 2004, yaitu media massa yang dipenuhi oleh anrka pengumuman jajak pendapat. dipaparkan dalam artikel ini bahwa jajak pendapat merupakan salah satu penemuan terpenting di dunia kebijakan publik. melalui jajak pendapat, hanya dengan menggunakan seribu atau dua ribu responden, kita dapat mengetahui persepsi, aspirasi, harapan atau ketakutan dua ratus juta penduduk satu negara.

kemudian dituliskan dalam artikel ini perihal masih sulitnya untuk memberikan penilaian mana lembaga jejak pendapat yang baik di indonesia. namun, sangat mudah untuk menentukan mana jajak pendapat yang buruk, jika ia bermaksud mengukur popularitas calon presiden atau partai. dituliskan juga dalam artikel ini beberapa kriteria / tips dalam menilai jajak pendapat : jika jajak pendapat itu dilakukan memalui telepon, secepatnya hasilnya lebih baik dibuang saja. hasilnya sudah pasti salah dan berbeda dengan suara pemilih nasional dalam pemilu. seandainya pun jajak pendapat itu dengan wawancara tatap muka, tapi dilakukan hanya terbatas pada 4 kota, atau 10 kota, atau 15 kota, hasilnya juga selayaknya tidak perlu ditoleh. mayoritas populasi indonesia justru tidak tinggal dikota. jika survey dilakukan secara nasional dengan wawancara tatap muka, perlu juga diperiksa karateristik respondennya.

Kliping Koran : Membaca Kritis Hasil "Polling"


kode kliping : E021
jenis kliping : artikel kliping sosial politik
judul : membaca kritis hasil “polling”
penulis : moh samsul arifin
sumber : kompas
tanggal terbit : 16 oktober 2003

ringkasan isi kliping :

artikel ini memaparkan tentang pengumuman hasil polling yang diumumkan oleh berbagai kalangan yang kadang bertolak belakang. dipaparkan dalam artikel ini tentang bagaimana membaca hasil polling dari sejumlah lembaga dan kontribusi polling bagi demokrasi. dipaparkan dalam artikel ini bahwa polling atau jajak pendapat merupakan alat untuk meneropong sejauh mana aspirasi, harapan dan keinginan publik luas atas sebuah kebijakan publik. polling dalam hal ini menjadi medium publik untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan yang akan diterbitkan pemerintah.

kemudian dalam artikel ini dituliskan mengenai urgensi polling bagi demokrasi yang tidak bisa ditawr lagi. namun, dalam praktiknya kita harus selalu kritis terhadap hasil polling. polling harus tetap diletakkan sekedar alat untuk membaca kecenderungan, bukan “memastikan” kecenderungan. survey / polling bukan bukti emperik), apalagi realitas politik itu sendiri. dituliskan juga dalam artikel ini ketika membaca hasil polling agar tidak keliru adalah : pertama, menyelidiki siapa yang menyelenggarakan jajak pendapat. kedua, metode polling dan sampel populasi yang digunakan. ketiga, pembacaan hasil polling sejauh ini kelewat terpaku pada akan tertinggi serta mengacuhkan hasil lain.

Kliping Koran : Presiden Pilihan Rakyat


kode kliping : E020
jenis kliping : artikel kliping sosial politik
judul : presiden pilihan rakyat ?
penulis : smita notosusanto
sumber : koran tempo
tanggal terbit : 15 juli 2003

ringkasan isi kliping :

artikel ini memaparkan tentang presiden yang dipilih langsung oleh rakyat untuk pertama kalinya pada tahun 2004 dan disebut sebagai momentum penting dalam sejarah ketatanegaraan. dipaparkan pula bahwa dalam konteks transisi menuju demokrasi, momentum pemilihan presiden langsung dapat dilihat sebagai salah satu langkah penting untuk memcapai terjadinya sirkulasi elit nasional dengan membuka ruang politik bagi tokoh-tokoh atau kelompok-kelompok baru dalam masyarakat yang pada masa rezim otoriter tidak dapat berpartisipasi dalam arena politik.

kemudian dalam artikel ini dituliskan juga perihal beberapa masalah yang terdapat dalam uu pilpres yang berpotensi mengurangi kualitas pemilihan presiden langsung dan sekaligus menghambat sirkulasi elit politik nasional. pagar pertama yang menghalangi proses sirkulasi elit adalah tidak adanya pleuang bagi calon presiden independen untuk dapat mencalonkan diri. pagar berikutnya adalah peraturan threshold yang membatasi peluang seluruh parpol peserta pemilu untuk dapat mencalonkan presiden.

Kliping Koran : Politik Panggung dan Ilusi Involusi


kode kliping : E019
jenis kliping : artikel kliping sosial politik
judul : politik panggung dan ilusi involusi
penulis : sri palupi
sumber : kompas
tanggal terbit : 28 maret 2007

ringkasan isi kliping :

artikel ini memaparkan tentang tesis clifford geertz : “involusi pertanian”. tesis ini menjelaskan tentang proses pemiskinan yang terjadi di pedesaan jawa, sebagai akibat pertumbuhan penduduk dan tekanan kolonialisme dalam bentuk sistem tanam paksa. disamping menanam padi untuk memenuhi kebutuhan subsistennya, petani juga dipaksa menanam tanaman perkebunan (gula) sebagai pengganti pajak. dipaparkan dalam artikel ini bahwa teori geertz tentang involusi pertanian itu dinilai terlalu menyederhanakan kenyataan. teori itu menempatkan budaya jawa sebagai sumber involusi pertanian.

kemudian dipaparkan dalam artikel ini bahwa geertz memaknai proses pemelaratan kaum miskin sebagai proses pembagian kemiskinan karena ia abai terhadap problem kekuasaan dan polarisasi yang terjadi dalam masyarakat. padahal, pada kenyataannya, di pedesaan terdapat hubungan antara petani lapis atas, petani gurem dan buruh tani. kalaupun ada fenomena pembagian kemiskinan, itu cenderung terjadi di lapis bawah yang paling lemah dalam posisi tawar. terlepas dari kelemahan teori involusi pertanian geertz, memberi kerangka dalam menilai kondisi indonesia saat ini. sejak terjadinya divestasi kapital dan krisis berkepanjangan, indonesia kini terjerat dalam belenggu involusi tiada henti di hampir semua dimensi.